Rabu, 21 Februari 2018

Asuhan Keperawatan pada Anak : Laporan Pendahuluan Gizi Buruk

GIZI BURUK

A.           DEFINISI
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein,karbohidrat dan kalori. Status  gizi  buruk  dibagi  menjadi  tiga  bagian, yakni  gizi  buruk  karena  kekurangan  protein  (disebut  kwashiorkor), karena kekurangan  karbohidrat  atau  kalori  (disebut  marasmus),  dan  kekurangan  kedua-duanya.  Gizi  buruk  ini  biasanya  terjadi  pada  anak  balita  (bawah  lima  tahun)  dan ditampakkan  oleh  membusungnya  perut  (busung  lapar). Zat  gizi  yang  dimaksud  bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah  teknis  yang  umumnya  dipakai  oleh  kalangan  gizi,  kesehatan  dan  kedokteran. Gizi  buruk  adalah  bentuk  terparah  dari  proses  terjadinya  kekurangan  gizi  menahun (Nency, 2005).
Anak  balita  (bawah  lima  tahun)  sehat  atau  kurang  gizi  dapat  diketahui  dari pertambahan  berat  badannya  tiap  bulan  sampai  usia  minimal  2  tahun  (baduta). Apabila  pertambahan  berat  badan  sesuai  dengan  pertambahan  umur  menurut  suatu  standar  organisasi  kesehatan  dunia,  dia  bergizi  baik.  Kalau  sedikit  dibawah  standar disebut bergizi kurang  yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat  berat atau akut (Pardede, J, 2006).

B.            ETIOLOGI
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. MenurutUNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1.    Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2.    Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuhanak
3.    Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu:
1.    Keluarga miskin
2.    Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3.    Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.

C.            KLASIFIKASI GIZI BURUK
Terdapat  3  tipe  gizi  buruk  adalah  marasmus,  kwashiorkor,  dan  marasmus-kwashiorkor.  Perbedaan  tipe  tersebut  didasarkan  pada  ciri-ciri  atau  tanda  klinis  dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 

1.  Marasmus
 Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah  kulit  (kelihatan  tulang  di  bawah  kulit),  rambut  mudah  patah  dan  kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak  tampak  sering  rewel  dan  banyak  menangis  meskipun  setelah  makan,  karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a.         Anak  tampak  sangat  kurus  karena  hilangnya  sebagian  besar  lemak  dan  otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b.         Wajah seperti orang tua
c.         Iga gambang dan perut cekung
d.        Otot paha mengendor (baggy pant)
e.         Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2.  Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh  lainnya  terutama  dipantatnya  terlihat  adanya  atrofi.  Tampak  sangat  kurus  dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh  tubuh
a.         Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b.         Rambut  tipis  kemerahan  seperti  warna  rambut  jagung  dan  mudah  dicabut,  pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. 
c.         Wajah membulat dan sembab
d.        Pandangan mata anak sayu
e.         Pembesaran  hati,  hati  yang  membesar  dengan  mudah  dapat  diraba  dan  terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f.          Kelainan  kulit  berupa  bercak  merah  muda  yang  meluas  dan  berubah  menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
3.  Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapagejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

D.           PATOFISIOLOGI
Patofisiologi  gizi  buruk  pada  balita  adalah  anak  sulit  makan  atau  anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi  yang  penting  bagi  rambut.  Pasien  juga  mengalami  rabun  senja.  Rabun  senja terjadi  karena  defisiensi  vitamin  A  dan  protein.  Pada  retina  ada  sel  batang  dan  sel kerucut.  Sel  batang  lebih  hanya  bisa  membedakan  cahaya  terang  dan  gelap.  Sel batang  atau  rodopsin  ini  terbentuk  dari  vitamin  A  dan  suatu  protein.  Jika  cahaya terang  mengenai  sel  rodopsin,  maka  sel  tersebut  akan  terurai.  Sel  tersebut  akan mengumpul  lagi  pada  cahaya  yang  gelap.  Inilah  yang  disebut  adaptasi  rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella  negatif  terjadi  karena  kekurangan  aktin  myosin  pada  tendon  patella  dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.  Sedangkan,  hepatomegali  terjadi  karena  kekurangan  protein.  Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang  ada  di  hepar  sulit  ditransport  ke  jaringan-jaringan,  pada  akhirnya  penumpukan lemak di hepar.
Tanda  khas  pada  penderita  kwashiorkor  adalah  pitting  edema.  Pitting  edema adalah  edema  yang  jika  ditekan,  sulit  kembali  seperti  semula.  Pitting  edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial,  tidak  ke  intrasel,  karena  pada  penderita  kwashiorkor  tidak  ada kompensansi  dari  ginjal  untuk  reabsorpsi  natrium.  Padahal  natrium  berfungsi menjaga  keseimbangan  cairan  tubuh.  Pada  penderita  kwashiorkor,  selain  defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi  pada  ekstremitas  bawah  karena  pengaruh  gaya  gravitasi,  tekanan  hidrostatik  dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori  protein  yang  dapat  terjadi  karena  :  diet  yang  tidak  cukup,  kebiasaan  makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik  atau  malformasi  kongenital.  Keadaan  ini  merupakan  hasil  akhir  dari interaksi  antara  kekurangan  makanan  dan  penyakit  infeksi.  Selain  faktor  lingkungan ada  beberapa  faktor  lain  pada  diri  anak  sendiri  yang  dibawa  sejak  lahir,  diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a.              Masukan  makanan  yang  kurang  :  marasmus  terjadi  akibat  masukan  kalori  yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan  orang  tua  si  anak,  misalnya  pemakaian  secara  luas  susu  kaleng yang terlalu encer.
b.             Infeksi  yang  berat  dan  lama  menyebabkan  marasmus,  terutama  infeksi  enteral misalnya  infantil  gastroenteritis,  bronkhopneumonia,  pielonephiritis  dan  sifilis kongenital.
c.              Kelainan  struktur  bawaan  misalnya  :  penyakit  jantung  bawaan,  penyakit Hirschpurng,  deformitas  palatum,  palatoschizis,  mocrognathia,  stenosis  pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d.             Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e.              Pemberian  ASI  yang  terlalu  lama  tanpa  pemberian  makanan  tambahan  yang cukup
f.              Gangguan  metabolik,  misalnya  renal  asidosis,  idiopathic  hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance
g.             Tumor  hypothalamus,  kejadian  ini  jarang  dijumpai  dan  baru  ditegakkan  bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h.             Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus
i.               Urbanisasi  mempengaruhi  dan  merupakan  predisposisi  untuk  timbulnya marasmus,  meningkatnya  arus  urbanisasi  diikuti  pula  perubahan  kebiasaan penyapihan  dini  dan  kemudian  diikuti  dengan  pemberian  susu  manis  dan  susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

E.            MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:
1.            Kelelahan dan kekurangan energy
2.            Pusing
3.            System kekebalan tubuh yang rendah
4.            Kulit kering dan bersisik
5.            Gusi mudah berdarah
6.            Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
7.            Berat badan kurang
8.            Pertumbuhan yang lambat
9.            Kelemahan otot
10.        Perut kembung
11.        Tulang mudah patah
12.        Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
             
F.             KOMPLIKASI
Pada  penderita  gangguan  gizi  sering  terjadi  gangguan  asupan  vitamin  dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral  yang terganggu dan begitu luasnya  fungsi dan organ tubuh  yang terganggu maka jenis  gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ  tubuh  yang  sering  terganggu  adalah  saluran  cerna,  otot  dan  tulang,  hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal. 
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena  kurangnya  asupan  zat  Besi  (Fe)  atau  asam  Folat.  Gejala  yang  bisa  terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem  hormonal  yang  terjadi  adalah  gangguan  hormon  kortisol,  insulin,  Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid  menurun.  Hormon-hormon  tersebut  berperanan  dalam  metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).
Mortalitas  atau  kejadian  kematian  dapat  terjadi  pada  penderita  KEP, khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian  cukup  besar,  adalah  sekitar  55%.  Kematian  ini  seringkali  terjadi  karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan  jantung  mendadak.  Infeksi  berat  sering  terjadi  karena  pada  KEP  sering mengalami  gangguan  mekanisme  pertahanan  tubuh.  Sehingga  mudah  terjadi  infeksi atau  bila  terkena  infeksi  beresiko  terjadi  komplikasi  yang  lebih  berat  hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007).
1.    Perubahan Berat Badan
Berat  badan  merupakan  ukuran  antropometrik  yang  terpenting,  dipakai  pada setiap  kesempatan  memeriksa  kesehatan  anak  pada  semua  kelompok  umur.  Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara  lain  tulang,  otot,  lemak,  cairan  tubuh  dan  lain-lainnya. 
Berat  badan  dipakai sebagai  indikator  terbaik  pada  saat  ini  untuk  mengetahui  keadaan  gizi  dan  tumbuhkembang  anak,  sensitif  terhadap  perubahan  sedikit  saja,  pengukuran  objektif  dan dapat  diulangi,  dapat  digunakan  timbangan  apa  saja  yang  relatif  murah,  mudah  dan tidak  memerlukan  banyak  waktu.  Indikator  berat  badan  dimanfaatkan  dalam  klinik untuk :
a.         Bahan  informasi  untuk  menilai  keadaan  gizi  baik  yang  akut,  maupun  kronis, tumbuh kembang dan kesehatan
b.         Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
c.         Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.

2.    Penilaian status gizi secara Antropometri            
Penilaian  status  gizi  terbagi  atas  penilaian  secara  langsung  dan  penilaian secara  tidak  langsung.  Adapun  penilaian  secara  langsung  dibagi  menjadi  empat penilaian  adalah  antropometri,  klinis,  biokimia  dan  biofisik.  Sedangkan  penilaian status  gizi  secara  tidak  langsung  terbagi  atas  tiga  adalah  survei  konsumsi  makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

G.           PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.        Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang  gizi,  maka  antropometri  gizi  berhubungan  dengan  berbagai  macam pengukuran  dimensi  tubuh  dan  komposisi  tubuh  dari  berbagai  tingkat  umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan  adalah  berat  badan  menurut  umur  (BB/U),  tinggi  badan  menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a.      Indeks berat badan menurut umur (BB/U), merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam  keadaan  normal,  dimana  keadaan  kesehatan  dan  keseimbangan  antara  intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot  dan  lemak).  Massa  tubuh  sangat  sensitif  terhadap  perubahan  keadaan  yang mendadak,  misalnya  terserang  infeksi,  kurang  nafsu  makan  dan  menurunnya  jumlah makanan  yang  dikonsumsi.  BB/U  lebih  menggambarkan  status  gizi  sekarang.  Berat badan  yang  bersifat  labil,  menyebabkan  indeks  ini  lebih  menggambarkan  status  gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) 
b.      Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U), indeks TB/U  disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c.       Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)    , berat  badan  memiliki  hubungan  yang  linear  dengan  tinggi  badan.  Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).

2.            Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

H.           PENATALAKSANAAN
Dalam  proses  pengobatan  KEP  berat  terdapat  3  fase,  adalah  fase  stabilisasi, fase  transisi  dan  fase  rehabilitasi.  Petugas  kesehatan  harus  trampil  memilih  langkah mana  yang  cocok  untuk  setiap  fase.  Tatalaksana  ini  digunakan  baik  pada  penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. 
1.    Tahap Penyesuaian
Tujuannya  adalah  menyesuaikan  kemampuan  pasien  menerima  makanan hingga  ia  mampu  menerima  diet  tinggi  energi  dan  tingi  protein  (TETP).  Tahap penyesuaian  ini  dapat  berlangsung  singkat,  adalah  selama  1-2  minggu  atau  lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk  menerima dan mencerna makanan. Jika  berat  badan  pasien  kurang  dari  7  kg,  makanan  yang  diberikan  berupa  makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5%  glukosa  +2%  tepung.  Secara  berangsur  ditambahkan  makanan  lumat  dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika  berat  badan  pasien  7  kg  atau  lebih,  makanan  diberikan  seperti  makanan untuk  anak  di  atas  1  tahun.  Pemberian  makanan  dimulai  dengan  makanan  cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b.    Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c.    Sumber  protein  utama  adalah  susu  yang  diberikan  secara  bertahap  dengan keenceran  1/3,  2/3,  dan  3/3,  masing-masing  tahap  selama  2-3  hari.  Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d.   Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila  konsumsi  per-oral  tidak  mencukupi,  perlu  diberi  tambahan  makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).

2.      Tahap Penyembuhan
Bila  nafsu  makan  dan  toleransi  terhadap  makanan  bertambah  baik,  secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3.      Tahap Lanjutan
Sebelum  pasien  dipulangkan,  hendaknya  ia  sudah  dibiasakan  memperoleh makanan  biasa  yang  bukan  merupakan  diet  TETP.  Kepada  orang  tua  hendaknya diberikan  penyuluhan  kesehatan  dan  gizi,  khususnya  tentang  mengatur  makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a.       Glukosa  biasanya  secara  intravena  diberikan  bila  terdapat  tanda-tanda hipoglikemia.
b.      KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c.       Mg,  berupa  MgSO4  50%,  diberikan  secara  intra  muskuler  bila  terdapat hipomagnesimia. 
d.      Vitamin  A  diberikan  sebagai  pencegahan  sebanyak  200.000  SI  peroral  atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e.       Vitamin B dan vitamin  C dapat diberikan secara suntikan per-oral.  Zat besi (Fe) dan  asam  folat  diberikan  bila  terdapat  anemia  yang  biasanya  menyertai  KKP berat.

I.       PENGKAJIAN, DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN
1.      Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gizi buruk:
a.       Riwayat persalinan sebelumnya
b.      Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
c.       Kenaikan berat badan selama hamil
d.      Aktivitas
e.       Penyakit yang diderita selama hamil
f.       Obat-obatan yang diminum selama hamil
g.      Pemberian nutrisi pada bayi
h.      Kenaikan berat badan bayi dan tinggi badan
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Tanda-tanda anatomis
1)      Berat badan kurang dari 2500 gram
2)      Panjang badan kurang dari 45 cm
3)      Lingkar kepala kurang dari 33 cm
4)      Lingkar dada kurang dari 30 cm
5)      Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis)
b.      Tanda fisiologis
1)      Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
2)      Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.



Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
DS:
-   Nyeri abdomen
-   Muntah
-   Kejang perut
-   Rasa penuh tiba-tiba setelah makan
DO:
-   Diare
-   Rontok rambut yang berlebih
-   Kurang nafsu makan
-   Bising usus berlebih
-   Konjungtiva pucat
-   Denyut nadi lemah

NOC:
a.     Nutritional status: Adequacy of nutrient
b.     Nutritional Status : food and Fluid Intake
c.      Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:
     Albumin serum
     Pre albumin serum
     Hematokrit
     Hemoglobin
     Total iron binding capacity
     Jumlah limfosit
   Kaji adanya alergi makanan
   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
   Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
   Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
   Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
   Monitor lingkungan selama makan
   Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
   Monitor turgor kulit
   Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
   Monitor mual dan muntah
   Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
   Monitor intake nuntrisi
   Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
   Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
   Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
   Kelola pemberan anti emetik:.....
   Anjurkan banyak minum
   Pertahankan terapi IV line
   Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval

 
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko :
-   Prosedur Infasif
-   Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
-   Malnutrisi
-   Peningkatan paparan lingkungan patogen
-   Imonusupresi
-   Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
-   Penyakit kronik
-   Imunosupresi
-   Malnutrisi
-   Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)
NOC :
     Immune Status
     Knowledge : Infection control
     Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
     Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
     Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
     Jumlah leukosit dalam batas normal
     Menunjukkan perilaku hidup sehat
     Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC :
Pertahankan teknik aseptif
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik:.................................
  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
  Pertahankan teknik isolasi k/p
  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
  Monitor adanya luka
  Dorong masukan cairan
  Dorong istirahat
  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
  Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam


  

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal KesehatanOnline
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/ November 2005: Inovasi Online.
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2. Jakarta: Rineka Cipta
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika.


Asuhan Keperawatan pada Anak : Laporan Pendahuluan Tuberkulosis pada Anak

A.            Pengertian  Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditu...