GIZI BURUK
A.
DEFINISI
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan
kekurangan nutrisi, atau dengan
ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein,karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi
tiga bagian, yakni gizi buruk karena
kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi
buruk ini biasanya terjadi pada anak
balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan
oleh membusungnya perut (busung lapar). Zat
gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan
kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun)
sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan
sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai
dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia
bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar
disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar
dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
B.
ETIOLOGI
Banyak faktor yang
mengakibatkan terjadinya kasus gizi
buruk. MenurutUNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi
buruk, yaitu :
Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini
disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi
buruk yaitu:
C.
KLASIFIKASI
GIZI BURUK
Terdapat 3 tipe gizi buruk
adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut
didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
1.
Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat
lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang
di bawah kulit), rambut mudah patah
dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare),
pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah (Depkes RI, 2000) :
a.
Anak
tampak sangat kurus karena hilangnya
sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang
terbungkus kulit
b.
Wajah
seperti orang tua
c.
Iga
gambang dan perut cekung
d.
Otot
paha mengendor (baggy pant)
e.
Cengeng
dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun
dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya
terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus
dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
a.
Perubahan
status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b.
Rambut
tipis kemerahan seperti warna rambut jagung
dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut
dapat terlihat rambut kepala kusam.
c.
Wajah
membulat dan sembab
d.
Pandangan
mata anak sayu
e.
Pembesaran
hati, hati yang membesar dengan mudah
dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang
licin dan pinggir yang tajam.
f.
Kelainan
kulit berupa bercak merah muda yang
meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
3.
Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapagejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
D.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gizi buruk pada balita
adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini
merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.
Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun
senja terjadi karena defisiensi vitamin A
dan protein. Pada retina ada sel
batang dan sel kerucut. Sel batang lebih
hanya bisa membedakan cahaya terang dan
gelap. Sel batang atau rodopsin ini
terbentuk dari vitamin A dan suatu protein.
Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,
maka sel tersebut akan terurai. Sel
tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya
yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi
rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan
atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air
(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena
kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali
terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi
kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat
penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang
ada di hepar sulit ditransport ke
jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor
adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali
seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya
protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi,
maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari
ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal
natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan
tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain
defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran
sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang
rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah
karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil
akhir dari interaksi antara kekurangan makanan
dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan
ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir,
diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab
marasmus adalah sebagai berikut :
a.
Masukan
makanan yang kurang : marasmus terjadi
akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang
tua si anak, misalnya pemakaian secara
luas susu kaleng yang terlalu encer.
b.
Infeksi
yang berat dan lama menyebabkan marasmus,
terutama infeksi enteral misalnya infantil
gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan
sifilis kongenital.
c.
Kelainan
struktur bawaan misalnya : penyakit jantung
bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum,
palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d.
Prematuritas
dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang
akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e.
Pemberian
ASI yang terlalu lama tanpa pemberian
makanan tambahan yang cukup
f.
Gangguan
metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance
g.
Tumor
hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai
dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain
disingkirkan
h.
Penyapihan
yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan
menimbulkan marasmus
i.
Urbanisasi
mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk
timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi
diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini
dan kemudian diikuti dengan pemberian susu
manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli
susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
E.
MANIFESTASI
KLINIS
Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:
1.
Kelelahan
dan kekurangan energy
2.
Pusing
3.
System
kekebalan tubuh yang rendah
4.
Kulit
kering dan bersisik
5.
Gusi
mudah berdarah
6.
Sulit
untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
7.
Berat
badan kurang
8.
Pertumbuhan
yang lambat
9.
Kelemahan
otot
10.
Perut
kembung
11.
Tulang
mudah patah
12.
Terdapat
masalah pada fungsi organ tubuh
F.
KOMPLIKASI
Pada penderita gangguan gizi sering
terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena
begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan
begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka
jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ
sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering
terganggu adalah saluran cerna, otot dan
tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang
disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe)
atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi
adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya.
Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah
gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon
(hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi
tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan
dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian
(Sadewa, 2008).
Mortalitas atau kejadian kematian
dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada KEP
berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian
cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian
ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti
Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan
jantung mendadak. Infeksi berat sering
terjadi karena pada KEP sering mengalami
gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga
mudah terjadi infeksi atau bila terkena
infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih
berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007).
1. Perubahan
Berat Badan
Berat
badan merupakan ukuran antropometrik yang
terpenting, dipakai pada setiap kesempatan
memeriksa kesehatan anak pada semua
kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan
semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang,
otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya.
Berat
badan dipakai sebagai indikator terbaik pada
saat ini untuk mengetahui keadaan gizi
dan tumbuhkembang anak, sensitif terhadap
perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan
dapat diulangi, dapat digunakan timbangan
apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak
memerlukan banyak waktu. Indikator berat
badan dimanfaatkan dalam klinik untuk :
a.
Bahan
informasi untuk menilai keadaan gizi baik
yang akut, maupun kronis, tumbuh kembang dan kesehatan
b.
Memonitor
keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
c.
Dasar
perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
2. Penilaian
status gizi secara
Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas
penilaian secara langsung dan penilaian secara
tidak langsung. Adapun penilaian secara
langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
Sedangkan penilaian status gizi secara tidak
langsung terbagi atas tiga adalah survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
G.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa
indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a.
Indeks
berat badan menurut umur (BB/U), merupakan pengukuran antropometri yang sering
digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal,
dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan
antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan
gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan
keadaan yang mendadak, misalnya terserang
infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih
menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan
yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current
Nutritional Status)
b.
Indeks
tinggi badan menurut umur (TB/U), indeks TB/U disamping memberikan
gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status
ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c.
Indeks
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) , berat
badan memiliki hubungan yang linear dengan
tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan
searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk
2002).
2.
Melakukan
pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan pemeriksaan X-Ray
untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain Memeriksa
penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.
H.
PENATALAKSANAAN
Dalam proses pengobatan KEP berat
terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,
fase transisi dan fase rehabilitasi.
Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah
mana yang cocok untuk setiap fase.
Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
1. Tahap
Penyesuaian
Tujuannya adalah
menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan
hingga ia mampu menerima diet tinggi
energi dan tingi protein (TETP). Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat,
adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama,
bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan.
Jika berat badan pasien kurang dari 7
kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi.
Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa
+2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara
berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek.
Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7
kg atau lebih, makanan diberikan seperti
makanan untuk anak di atas 1 tahun.
Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair,
kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Pemberian
energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b.
Jumlah
cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c.
Sumber
protein utama adalah susu yang diberikan
secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3,
dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3
hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d.
Makanan
diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila
konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu
diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi
terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap
1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200
kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap
Lanjutan
Sebelum pasien
dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan
memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan
diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan
penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang
mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan
kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a.
Glukosa
biasanya secara intravena diberikan bila
terdapat tanda-tanda hipoglikemia.
b.
KCl,
sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c.
Mg,
berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra
muskuler bila terdapat hipomagnesimia.
d.
Vitamin
A diberikan sebagai pencegahan sebanyak
200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler.
Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg
berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e.
Vitamin
B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi
(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat
anemia yang biasanya menyertai KKP berat.
I. PENGKAJIAN, DIAGNOSA
DAN RENCANA KEPERAWATAN
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
gizi buruk:
a. Riwayat persalinan
sebelumnya
b. Paritas, jarak kelahiran
sebelumnya
c. Kenaikan berat badan
selama hamil
d. Aktivitas
e. Penyakit yang diderita
selama hamil
f. Obat-obatan yang
diminum selama hamil
g. Pemberian nutrisi pada bayi
h. Kenaikan berat badan bayi dan
tinggi badan
2. Pemeriksaan
Fisik
a. Tanda-tanda anatomis
1) Berat
badan kurang dari 2500 gram
2) Panjang
badan kurang dari 45 cm
3) Lingkar
kepala kurang dari 33 cm
4) Lingkar
dada kurang dari 30 cm
5) Kulit keriput, tipis, penuh
lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis)
b. Tanda fisiologis
1) Gerakan
bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi
lebih banyak tidur dan lebih malas.
2) Suhu
tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Berhubungan
dengan :
Ketidakmampuan
untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
DS:
-
Nyeri abdomen
-
Muntah
-
Kejang perut
-
Rasa penuh tiba-tiba setelah makan
DO:
-
Diare
-
Rontok rambut yang berlebih
-
Kurang nafsu makan
-
Bising usus berlebih
-
Konjungtiva pucat
-
Denyut nadi lemah
|
NOC:
a. Nutritional
status: Adequacy of nutrient
b. Nutritional
Status : food and Fluid Intake
c. Weight
Control
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
❖
Albumin serum
❖
Pre albumin serum
❖
Hematokrit
❖
Hemoglobin
❖
Total iron binding capacity
❖
Jumlah limfosit
|
▪
Kaji adanya alergi makanan
▪
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
▪
Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
▪
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
▪
Monitor adanya penurunan BB dan gula
darah
▪
Monitor lingkungan selama makan
▪
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
▪
Monitor turgor kulit
▪
Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
▪
Monitor mual dan muntah
▪
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
▪
Monitor intake nuntrisi
▪
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
▪
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
▪
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
▪
Kelola pemberan anti emetik:.....
▪
Anjurkan banyak minum
▪
Pertahankan terapi IV line
▪
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval
|
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Risiko infeksi
Faktor-faktor
risiko :
-
Prosedur Infasif
-
Kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan
-
Malnutrisi
-
Peningkatan paparan lingkungan patogen
-
Imonusupresi
-
Tidak adekuat pertahanan sekunder
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
-
Penyakit kronik
-
Imunosupresi
-
Malnutrisi
-
Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan
kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)
|
NOC :
❖
Immune Status
❖
Knowledge : Infection control
❖
Risk control
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria
hasil:
❖
Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
❖
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
❖
Jumlah leukosit dalam batas normal
❖
Menunjukkan perilaku hidup sehat
❖
Status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas normal
|
NIC :
● Pertahankan
teknik aseptif
● Batasi
pengunjung bila perlu
● Cuci
tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
● Gunakan
baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
● Ganti
letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
● Gunakan
kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
● Tingkatkan
intake nutrisi
● Berikan
terapi antibiotik:.................................
●
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
●
Pertahankan teknik isolasi k/p
●
Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
●
Monitor adanya luka
●
Dorong masukan cairan
●
Dorong istirahat
●
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
●
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam
|
DAFTAR PUSTAKA
Nency, Y.
2005. Gizi Buruk,
Ancaman Generasi Yang Hilang.
Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/ November 2005: Inovasi Online.
Notoatmojo, S.
2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Cetakan Ke-2. Jakarta: Rineka Cipta
Johnson,
M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Mc Closkey,
C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Santosa, Budi.
2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika.